Lovavel.com – Pura Tanah Lot Bali atau juga disebut Pura Luhur Tanah Lot adalah sebuah tempat suci agama Hindu yang mempunyai keindahan yang natural dengan Tanah Lot sunset Bali yang memukau, Tanah Lot merupakan salah satu tempat terbaik di Bali untuk melihat sunset dan keindahan sunset Tanah Lot Bali adalah salah satu yang terindah di Bali.
Pura Tanah Lot Bali terletak di tepi pantai Tanah Lot dan berdiri di atas sebuah batu karang laut yang kokoh dan kuat, disebelah baratnya juga terdapat pura yang disebut Pura Batu Bolong yang juga memiliki pemandangan yang tidak kalah indahnya.
Tempat wisata Tanah Lot Bali pada saat sunset atau matahari terbenam adalah pemandangan yang terbaik dan sangat indah yang bisa kita nikmati ketika mengunjungi salah satu tempat/objek wisata favorit yang terkenal di Pulau Bali ini dan akan menjadikan liburan di Bali anda tidak terlupakan dan penuh kesan. Tempat suci ini adalah salah satu dari Pura Kahyangan Jagat, pura yang sangat sakral dan suci serta sangat dijaga kesucian dan kelestariannya oleh masyarakat Pulau Dewata.
Tanah Lot berasal dari kata “Tanah” yang artinya tanah dan “Lot” (Lod) yang artinya laut, karena letaknya di laut atau di pantai seperti mengambang ketika air laut pasang maka dapat diartikan Tanah Lot berarti sebuah Tanah atau Pulau yang terletak di laut, oleh karena itu orang-orang pun menyebutnya Tanah Lot.
Pura Tanah Lot berlokasi di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, di pesisir selatan pulau Bali kurang lebih 25 kilometer dari Kota Denpasar. Pura Tanah Lot terletak di atas batu karang laut besar menghadap ke samudra Hindia. Tempat ibadah ini adalah sebuah pura Hindu yang dibangun untuk memuja Tuhan dalam manifestasi-NYA sebagai Dewa Laut atau Dewa Baruna untuk keselamatan dan kesejahteraan dunia serta keseimbangan antara laut dan bumi.
Sejarah Pura Tanah Lot
Cerita asal mula berdirinya Pura Tanah Lot atau sejarah Pura Tanah Lot Bali ini sangat erat kaitannya dengan perjalanan suci dari Blambangan (pulau Jawa) ke Pulau Bali dari seorang pendeta suci yang bernama DangHyang Nirartha untuk menyebarkan agama Hindu di pulau dewata, masyarakat juga menyebut Beliau dengan sebutan DangHyang Dwijendra atau Pedanda Sakti Wawu Rauh. Pemimpin (Raja) di Bali pada saat itu adalah Raja Dalem Waturenggong sekitar abad ke-16 Masehi.
Sejarah Pura Tanah Lot Bali di dalam Dwijendra Tatwa di jelaskan suatu ketika Dang Hyang Nirartha kembali ke Pura Rambut Siwi dalam perjalanannya ke pulau Bali, dimana Beliau pertama kali tiba di Bali dari Blambangan pada tahun Saka 1411 atau 1489 Masehi, Beliau telah berhenti di Pura Rambut Siwi ini. Ketika berada di Pura ini untuk beberapa saat, kemudian Beliau melanjutkan perjalanannya menuju Timur (Purwa) dan sebelum meninggalkan tempat itu Beliau menyempatkan diri untuk melakukan upacara “Surya Cewana” dengan masyarakat disekitar sana, setelah memercikkan air suci (tirtha) kepada masyarakat yang ikut bergabung dalam persembahyangan kemudian Beliau meninggalkan pura dan berjalan melanjutkan perjalanan ke Timur, perjalanan Beliau melewati pesisir pantai selatan pulau Bali dan diikuti oleh beberapa pengikut setia Beliau.
Di dalam perjalanan suci ini Dang Hyang Nirartha sangat menikmati dan kagum dengan keindahan pesisir pantai selatan Bali dengan keindahan yang alami yang sangat menarik. Beliau membayangkan bagaimana kebesaran Ida Sanghyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) telah menciptakan dunia dan beserta isinya untuk kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Dalam hati Beliau terbisik bahwa tugas seluruh makhluk hidup di dunia khususnya manusia untuk berterima kasih dan menjaga apa yang telah diciptakan-NYA.
Setelah melakukan perjalanan yang panjang akhirnya Dang Hyang Nirartha tiba dan berhenti di sebuah pantai yang terdapat batu karang dan juga terdapat mata air, batu karang itu disebut Gili Beo, “Gili” artinya pulau kecil dan “Beo” artinya burung, jadi Gili Beo berarti pulau kecil yang menyerupai burung.
Pada waktu itu di kawasan Desa Beraban ini di pimpin oleh Bendesa Beraban Sakti, kemudian di tempat inilah DangHyang Nirartha berhenti dan beristirahat, tidak lama Beliau beristirahat datanglah para nelayan yang ingin bertemu dengan Beliau dan membawakan beberapa persembahan untuk Beliau, dan setelah senja tiba mereka memohon kepada Beliau untuk bermalam di rumah mereka, tetapi permohonan mereka ditolak oleh Beliau dan Beliau lebih memilih untuk bermalam di Gili Beo karena di tempat ini Beliau bisa menikmati udara yang segar dengan pemandangan yang indah dan bisa melepaskan pandangan ke segala arah.
Pada malam hari sebelum Beliau beristirahat, Beliau menyempatkan diri untuk mengajarkan agama dan moral kepada masyarakat yang datang kepada Beliau, tetapi kehadiran Dang Hyang Nirartha ini tidak disukai oleh Bendesa Beraban Sakti, karena ajaran-ajarannya tidak sesuai dan tidak searah dengan ajaran-ajaran dari Dang Hyang Nirartha dan ini membuat Bendesa Beraban Sakti menjadi marah dan dia mengundang pengikut-pengikutnya untuk mengusir DangHyang Nirartha dari kawasan itu, kemudian untuk memproteksi diri Beliau dari agresi Bendesa Beraban Sakti akhirnya dengan kekuatan supranatural Beliau kemudian Gili Beo dipindahkan agak ketengah ke laut dan Beliau menciptakan ular dari selendang yang Beliau pakai untuk menjaga Gili Beo agar selalu aman dari serangan-serangan jahat.
Kemudian setelah kejadian itu Gili Beo berubah nama menjadi Tanah Lot (Tanah di laut), setelah melihat keajaiban dari DangHyang Nirartha akhirnya Bendesa Beraban Sakti menyerah dan kemudian dia menjadi pengikut setia Beliau untuk melanjutkan mengajarkan agama Hindu kepada masyarakat, dan untuk jasanya itu Dang Hyang Nirartha memberikan sebuah keris kepada Bendesa Beraban Sakti sebelum Beliau melanjutkan perjalanan suci nya (Keris adalah sebuah belati asimetris khas dari Indonesia yang dipakai sebagai senjata dan juga objek spiritual, keris sering dianggap memiliki kekuatan magis. Awal keris dikenal atau dibuat pada sekitar abad 1360 Masehi dan mungkin menyebar dari pulau ke pulau di seluruh Asia Tenggara).
Keris yang diberikan kepada Bendesa Beraban Sakti disebut Jaramenara atau keris Ki Baru Gajah, sampai sekarang keris itu disimpan dengan baik dan sucikan di Puri Kediri. Pada saat itu DangHyang Nirartha menyarankan kepada masyarakat untuk membuat pura (parahyangan) di Tanah Lot karena menurut getaran suci dan bimbingan supranatural Beliau di tempat ini adalah sebuah tempat yang sangat baik untuk memuja Tuhan, dari tempat ini kemudian masyarakat bisa menyembah kebesaran Tuhan dalam manifestasi-NYA sebagai Dewa Laut untuk keselamatan dan kesejahteraan dunia.
Terdapat 8 pura suci yang ada disekitar area Tanah Lot, masing-masing dengan fungsi dan tujuan sendiri.
-
Pura Penataran – berlokasi di bagian utara dari Pura Tanah Lot, pura untuk memuja Tuhan dan manifestasi-NYA untuk kebahagiaan dan kesejahteraan.
-
Pura Penyawang – berlokasi di bagian barat dari Pura Penataran, ini adalah tempat alternatif untuk bersembahyang karena pada saat air laut pasang orang-orang yang ingin bersembahyang tidak bisa naik dan masuk ke Pura Tanah Lot.
-
Pura Jero Kandang – berlokasi sekitar 100 meter di sebelah barat Pura Penyawang, pura ini dibangun untuk memohon kepada Tuhan agar diberikan kesejahteraan dan keselamatan bagi ternak dan tanaman.
-
Pura Enjung Galuh – berlokasi dekat dengan Pura Jero Kandang, pura ini dibangun untuk memuja Dewi Sri untuk kesuburan tanah dan pertanian.
-
Pura Batu Bolong – berlokasi sekitar 100 meter disebelah barat Pura Enjung Galuh, pura ini digunakan pada saat upacara Melasti atau upacara penyucian.
-
Pura Batu Mejan – berlokasi kurang lebih 100 meter pada bagian barat Pura Batu Bolong, Pura Batu Mejan juga disebut Pura Beji. Beji berarti mata air dalam bahasa Bali, masyarakat percaya bahwa air suci dari mata air ini bisa menyucikan segala sesuatu dari keburukan atau unsur-unsur negatif.
-
Monumen Tri Antaka – Monumen ini dibuat untuk menghormati 3 pahlawan Bali, yaitu: I gusti Ketut Kereg, I Wayan Kamias dan I Nyoman Regug, yang telah berperang untuk mempertahankan pulau Bali dari penjajah tentara NICA (Netherlands Indies Civil Administration) pada Juni 1946 di kawasan Tanah Lot.
-
Pura Pakendungan – Berlokasi di bagian Barat kira-kira 300 meter dari Pura Tanah Lot. Di Pura Pekendungan inilah tempat dimana Dang Hyang Nirartha bermeditasi dan juga ditempat inilah keris sakti Jaramenara diberikan kepada Bendesa Beraban Sakti.